11/06/2014

MELESTARIKAN ALAM = MELESTARIKAN KEHIDUPAN

Melestarikan alam = melestarikan kehidupan


Pengantar

Kemajuan teknologi sangat berkembang di dunia modern sekarang. Kemajuan secara masif pun dapat dirasakan secara langsung dampaknya. Hidup manusia menjadi mudah karenanya. Ilmu pengetahuan semakin berkembang dan sekaligus melahirkan manusia-manusia intelek. Pekerjaan dan usaha yang berat pun dapat terselesaikan dengan segera. Dengan kata lain manusia dapat menyelesaikan bermacam pekerjaannya secara instan. Meskipun demikian kemajuan teknologi ternyata masih menyisakan persoalan yang riskan bagi hidup manusia, yakni kehancuran alam. Alam sangat penting bagi manusia karena ia menjadi jantung kehidupan manusia. Tanpa alam manusia pun tidak akan bisa hidup dengan sejahtera. Tanpa alam manusia menderita. Alam adalah ibu dan rumah mereka. Persoalan kehancuran alam terletak pada kesalahan manusia sendiri yang  menyimpangkan kekuasaannya atas pengolahan alam untuk memuaskan hidup pribadinya tanpa menyadari hubungan erat dirinya dengan alam dan dampak yang terjadi pada alam dan hidupnya sebagai manusia. Manusia sebenarnya tahu hanya tidak mau tahu akan peran alam bagi dirinya. Manusia seharusnya menyadari peran alam bagi dirinya : manusia ada karena alam ada dan relasi kekeluargaannya dengan alam. Persoalan-persoalan tersebut akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

Manusia ada karena alam ada
Tidak dapat disangkal bahwa kita ini ada selain karena Tuhan juga karena alam ada. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa manusia lahir dan bertumbuh dalam alam. Alam menjadi rumah sekaligus ibu bagi manusia di bumi. Ia menyediakan apa yang dibutuhkan oleh manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Ini tampak pada kenyataan manusia yang berumah, berladang dan bermakanan. Lebih dari itu alam menjadi rumah spiritual bagi manusia. Ini tampak pada agama tradisional manusia di mana manusia memohonkan roh kosmis untuk menyertai dalam keberlangsungan hidupnya. Dari sini manusia sangat menghargai dan menghormati bahkan menganggap alam adalah rumah, ibu, dan Tuhan mereka, khususnya pada masyarakat tradisional atau asli pedalaman.
Adanya kesadaran yang demikian sungguh memperlihatkan sebuah kenyataan bahwa Manusia dan alam berada dalam sebuah keharmonisan relasi. Alam tidak lain adalah jagat besar, sedangkan manusia adalah jagat kecilnya (Koesbyanto dan Adi Yuwono, 1997:51). Alam mempunyai dunianya sendiri. Demikian halnya dengan manusia. Tetapi keduanya hidup dalam satu kosmos yang saling melengkapi. Alam memberikan segalanya bagi manusia untuk kebaikan manusia sendiri dan untuk keberlangsungan hidupnya. Sedangkan manusia dituntut untuk menguasai alam dengan benar dan sesuai dengan jalan kehidupan dunia alam.
Manusia seharusnya menyadari bahwa ia mutlak bergantung pada alam. Alam penuh kekuatan dan energi yang  tidak mampu dikendalikan oleh manusia. Alam selalu merespons tindakan manusia. Alam dapat bekerja sama dengan manusia tatkala manusia mengatur atau mengolah alam setuju dan sesuai dengan jalan alam itu sendiri. Dengan kerja sama yang demikian manusia dapat mengetahui rahasia-rahasia alam dan dapat membantu manusia mengenal dirinya juga. Alam bahkan berperan membentuk karakter manusia. Hal ini sangat tampak pada manusia dan budayanya. Karena peran alam itu manusia dibiarkan untuk diubah oleh alam. Ini menandakan bahwa alam tidak tunduk pada kekuasaan manusia melainkan manusialah yang dikuasai alam. Dengan kata lain manusia tunduk pada alam (Rudianto,dkk.,1993:109).
Salah satu contoh yang memperlihatkan ketergantungan manusia dan sikapnya terhadap alam ada pada Legenda Puyang  Gana (Penjaga Bumi) bagi warga Ibanic Group mengajarkan beberapa kearifan, yaitu :
1.      Kekayaan alam, khususnya padi dan mineral adalah penjelmaan ibu dan ayah, pasangan manusia pertama yang diturunkan oleh Petara Raja Juwata. Padi dan mineral dan mineral karena dianggap mempunyai “roh” kehidupan.
2.      Puyang Gana, Sang Penjaga Bumi adalah saudara tua manusia. Dia ditugaskan oleh Petara raja Juwata untuk menjaga dan menguasai alam dan segala makhluk yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu dia harus dihormati.
3.      Kekayaan alam diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia,tetapi bukan milik manusia. Pemanfaatan kekayaan alam harus seizin Penjaga Bumi.
4.      Pemanfaatan kekayaan alam tidak boleh dengan sikap serakah. Menguasai dan menumpuk kekayaan alam untuk kepentingan ego pribadi hanya akan memancing kemarahan Penjaga Bumi.
5.      Setelah kekayaan alam diambil, kondisi alamiahnya harus dipulihkan agar semua makhluk dapat hidup normal kembali di dalamnya (Valentinus dan Benny Phang, 2011:82).

Setiap makhluk hidup mempunyai rohnya sendiri. Karena roh mereka bisa hidup. Karena roh mereka dapat berbicara dengan caranya sendiri yang tidak dimengerti oleh manusia. Karena roh pula mereka adalah makhluk bertuhan. Maka bagi manusia sangat penting menyadari ini karena dari kenyataan inilah kearifan akan alam ada. Kearifan lokal yang ada justru karena adanya kesadaran akan prinsip ini. Bagaimana mungkin kearifan lokal yang ada muncul dalam diri manusia tanpa manusia menyadari hakikat makhluk hidup? Karena kesadaran ini tanggung jawab manusia untuk melestarikan alam adalah hal mutlak untuk dilakukan. Sebenarnya ini bukanlah lagi kewajiban melainkan sudah menjadi hak manusia sendiri. Ketika manusia mengambil kekayaan alam adalah penting untuk menggantikannya dengan yang baru sebagai proses regenerasi. Proses seperti ini menunjukkan peran manusia untuk melahirkan kelahiran baru pada alam dan menunjukkan sikap hormatnya sebagai anak dari alam. Sikap manusia yang demikian pada akhirnya menunjukkan pula sikapnya kepada Tuhan, Sang Pencipta makhluk hidup.

Alam juga menunjukkan sikap yang sama dengan manusia. Ia bertumbuh sejalan dengan tatanannya yang alami dan melahirkan kelahiran makhluk hidup yang baru dengan caranya sendiri untuk menunjukkan sikap hormatnya pada Tuhan. Sikap hormat memperlihatkan kemauan untuk bekerja sama. Kita dapat melihat kenyataan ini : tanah dan tumbuh-tumbuhan ialah salah satu rumah bagi segala yang hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak diciptakan Allah secara langsung, tetapi ditumbuhkan oleh tanah. Dalam tanah ada kehidupan dan ia memberikan kehidupan yakni tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian tanah adalah ibu dari tumbuh-tumbuhan. Dia bekerja sama dengan Allah yang memberikan perintah supaya menumbuhkan segala yang hijau (Valentinus dan Benny  Phang,2011:189-190).

Kehancuran alam dan keserakahan manusia : persoalan moralitas manusia

Alam hancur bukan tanpa sebab. Kita telah melihat kenyataan bahwa alam itu punya hukum hidupnya sendiri. Alam memang bisa membuat gempa bumi, gunung meletus, bencana tsunami, tetapi ia tidak merusak dirinya sendiri. Ia dapat memulihkannya sendiri. Alam hancur justru karena sebab lain. Manusia dapat diperkirakan sebagai subyek penghancur alam. Ia mengolah alam tetapi menyalahkan hasil olahannya untuk menghancurkan alam itu sendiri. Regenerasi, reboisasi dan semacamnya, yang dilakukan tidak sebanding dengan pengurasan kekayaan alam dengan cara yang membabi buta dan tanpa henti. Maka, ada benarnya ajaran Taoisme yang mengatakan bahwa yang berasal dari alam merupakan keindahan dan yang berasal dari manusia merupakan sumber penderitaan (Yu-Lan, 2007: 25).
Dunia menjadi bermakna ketika berfungsi suportif kepada hidup manusia. Pemaknaan yang demikian menjadikan alam adalah harta karun yang harus digali, dieksplorasi. Uang didapatkan dari sana, tetapi betapa kerugian bencana lingkungan tak terkira nilainya (Valentinus dan Benny Phang, 2011:156). Akibatnya akar krisis ekologis harus ditemukan dan terutama dalam keserakahan manusia. Manusia selalu ingin memperoleh harta lebih banyak. Seakan-akan tidak pernah ada kata cukup untuk harta. Meskipun orang sadar bahwa sumber daya alam suatu saat akan habis dan bahwa manusia harus menjaga keseimbangan alam dan wajib meninggalkan alam ciptaan alam yang layak huni bagi generasi-generasi berikutnya, namun karena dorongan untuk mencari harta dan keuntungan sering kali kesadaran itu malah dilupakan  (Valentinus dan Benny Phang,2011: 218).
Penggunaan paradigma relasi manusia dan alam sebagai relasi tuan dan hamba, relasi pengguna dan yang digunakan membawa masalah besar bagi manusia. Karena ia adalah gambar Allah, manusia merasa berhak untuk memakai mengolah alam untuk melayani kepentingannya sendiri: air, tumbuh-tumbuhan, binatang, sumber daya alam dan sebagainya. Manusia tidak peduli apakah karena alam menjadi rusak atau tidak; ia tidak merasa harus bertanggung jawab. Di sini manusia tidak memikirkan adanya dosa melawan alam. Manusia kerap hanya mengakui dosa melawan Tuhan dan sesama (Valentinus dan Benny Phang,2011: 217). Manusia tidak menyadari bahwa sesungguhnya yang menjadi tuan dalam bumi ini adalah alam bukan dirinya. Sebab alam tidak bergantung pada manusia tetapi manusia yang justru bergantung pada alam sampai akhir hidupnya. Maka dalam hal ini manusia lebih sesuai berada pada posisi hamba. Sebagai pengguna, manusia tepat pada posisi ini. Namun alam sebagai yang digunakan meminta hak dan kewajiban untuk bertanggung jawab dari manusia. Sebab alamlah yang menyediakan semua kebutuhan yang digunakan oleh manusia.

Kita, manusia, seharusnya mampu melihat realitas keagungan dari alam dalam perannya bagi keberlangsungan hidup kita. Ini sebuah keharusan yang harus ada pada manusia agar relasi manusia dengan alam tetap damai dan menguntungkan satu sama lain. Manusia seharusnya selalu mampu berkata bahwa alam memang indah. Ia indah karena kehadirannya yang unik dan nyata. Alam indah dalam tatanan pemandangan gunung yang menjulang atau bukit yang landai atau luas atau sawah yang menghijau permai atau telaga biru dan jernih atau aliran sungai yang gemericik. Ia juga indah dalam kehadiran pohon rindang, bunga-bunga yang kuncup atau mekar, rerumputan yang tebal hijau. Alam itu indah karena hujan, angin, matahari, bulan, dan bintang. Alam itu juga indah kehidupan itu sendiri adalah indah. Alam indah karena manusia yang “dilahirkan, ditumbuhkan, dan dibesarkan” di dalamnya tidak kekurangan apapun. Alam identik dengan kehidupan itu sendiri. Dalam konteks ini “bencanan alam” berarti itu yang merusak kehidupan (Valentinus dan Benny Phang,2011:129-130).

Manusia dan alam

Dunia kita merupakan tempat kehadiran manusia dan alam. Keduanya merupakan satu keluarga kosmis yang saling berhubungan erat satu sama lain. Mereka tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling melengkapi. Namun yang terpenting dari hubungan keduanya ialah bahwa mereka berasal dari satu Pencipta, yakni Allah. Maka dari semuanya itu adalah sangat penting bagi manusia untuk menyadari seluruh kehidupannya bersama dunia, yakni alam. Titik berangkat kesadaran ini ialah bahwa Tuhan adalah pemilik seluruh ciptaan. Dialah yang menjadikan semuanya menjadi ada seperti kita sendiri dan apa yang kita lihat dan rasakan. Apa yang diciptakan oleh Tuhan adalah baik, indah dan teratur adanya. Karena itu manusia tidak berhak menjadikan semuanya kacau dan hancur. Manusia hanyalah pengurus ciptaan Tuhan karena inilah tugas yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Mengurus di sini berarti mengolah alam dan menguasainya dengan benar dan baik dan membuatnya semakin indah serta memulihkan alam ke tatanannya yang teratur tanpa menghancurkannya.
Ketika manusia menyadari tugasnya ini dan bergerak untuk merealisasikannya, manusia ikut “menciptakan” dunia. Di sinilah tampak bahwa  manusia adalah pengantara Tuhan untuk melestarikan karya-Nya. Tetapi realitas yang sering kita jumpai dalam pengalaman hidup kita, didapati tindakan keserakahan manusia. Alam menjadi rusak dan kekayaannya semakin terkuras karena tidak diolah secara benar. Kehancuran ekosistem terjadi di mana-mana dan global warming terus meningkat. Manusia tidak mau tahu dan menyadari bahwa dosanya ini berdampak pada ciptaan, termasuk dirinya sendiri. Padahal ia sendiri adalah bagian dari alam dan hidupnya pun bergantung pada alam. Sebaliknya alam tidak pernah bergantung pada manusia. Ia akan tetap bertumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa pengaturan dari manusia. Manusia sendiri pun tidak akan mampu mengendalikan kekuatan alam. Bencana alam dan gempa bumi yang terjadi menunjukkan keunggulan dari produk kekuatan alam. Kalau alam  marah, maka manusia diminta untuk memperbaiki hubungan dengan alam. Karena itu sangat penting memupuk persaudaraan dengan alam. Persaudaraan ini menjadi penting lantaran keduanya pada dasarnya adalah sebuah keluarga dunia yang tidak bisa dipisahkan. Persaudaraan ini mau memperlihatkan bahwa ciptaan itu tidak hanya manusia tetapi juga alam. Manusia harus hidup bersanding dengan alam. Manusia harus kembali pada tugasnya untuk mengolah dan menguasai alam dengan baik tanpa merugikan alam sendiri. Karena dengan merugikan alam manusia merugikan dirinya sendiri. Oleh karena itu yang diminta sekarang ini sebenarnya hanya satu, yakni perlunya melestarikan alam. Karena dengan melestarikan alam manusia melestarikan kehidupannya sendiri. Demikianlah ketika  manusia sudah sampai pada kesadaran ini berarti manusia menyadari bahwa dia bukan satu-satunya makhluk yang dikasihi oleh Tuhan. Tetapi semua makhluk yang ada dalam bumi ini dikasihi oleh Tuhan. Adalah tidak masuk akal jika Tuhan hanya mengasihi manusia dan mengabaikan ciptaan lain. Kalau terjadi demikian berarti yang lain itu bukanlah ciptaan Tuhan. Prinsip ini haruslah hidup dalam diri manusia dan manusia sendiri perlu membatinkannya dalam sepanjang hidupnya  karena ini menyangkut keselamatan kosmis, termasuk dirinya sendiri (Phang,2011: 223-230).

Penutup

Sudah tiba saatnya manusia harus  membuang kepura-puraannya terhadap peran dan relasi alam dalam hidupnya. Kesengajaan untuk tidak mau tahu haruslah disingkirkan dari sekarang. Persoalan kehancuran alam adalah sebuah fenomena yang sangat mendesak. Manusia harus segera memulihkan kehancurannya yang telah-sedang-akan terjadi. Itulah tanggung jawabnya karena ia hanya menumpang hidup di dunia alam. Sebab jika alam hancur akan berakibat pada kehancuran manusia sendiri. Manusia akan segera menderita. Potensi menjadi ini kemungkinan besar akan terwujud. Bahaya ada di depan mata manusia. Selama manusia masih memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan kelestarian alam, alam akan marah dan manusia akan menangisi alam tiada hentinya, layaknya menangisi orang yang telah meninggal. Tetapi alam tidak akan menangisi manusia karena logika alam sangat berbeda dengan logika manusia. Kekhawatiran ini mengisyaratkan bahwa keselamatan bumi sekarang terletak di tangan manusia. Selama manusia serakah dan tidak mencintai alam dengan melestarikannya bersiaplah menghadapi penderitaan. Maka, yang perlu dilakukan sekarang ialah manusia harus melestarikan alam. Dengan demikian alam akan menjamin kelestarian hidup manusia. Dengan sendirinya ini menjadi titik dari manusia melestarikan kehidupannya di bumi.


Keperpustakaan :
Yu-Lan, Fung. Sejarah Filsafat Cina. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007
Rudianto, R. Bambang dkk. Jelajah Hakikat Pemikiran Timur. Jakarta : Gramedia, 1993
Koesbyanto, J.A. Dhanu dan Firman Adi Yuwono. Pencerahan : Suatu Pencarian Makna Hidup dalam Zen Buddhisme. Yogyakarta : Kansius, 1997
Dr. Phang, Benny dan Dr. Valentinus. Minum dari Sumber Sendiri : Dari Alam Menuju Tuhan. Malang : STFT Widya Sasana, 2011


1 komentar:

  1. Casino - DrMCD
    Casino is a fun and exciting gambling destination at Dr.Mcd, 안동 출장안마 Our mission is to 공주 출장안마 create 과천 출장마사지 the best Vegas experience. Casino Rewards 경주 출장마사지 - Casino Rewards - Dr.MCD. 광명 출장마사지

    BalasHapus