Melestarikan alam =
melestarikan kehidupan
Pengantar
Kemajuan
teknologi sangat berkembang di dunia modern sekarang. Kemajuan secara masif pun
dapat dirasakan secara langsung dampaknya. Hidup manusia menjadi mudah
karenanya. Ilmu pengetahuan semakin berkembang dan sekaligus melahirkan
manusia-manusia intelek. Pekerjaan dan usaha yang berat pun dapat terselesaikan
dengan segera. Dengan kata lain manusia dapat menyelesaikan bermacam
pekerjaannya secara instan. Meskipun demikian kemajuan teknologi ternyata masih
menyisakan persoalan yang riskan bagi hidup manusia, yakni kehancuran alam.
Alam sangat penting bagi manusia karena ia menjadi jantung kehidupan manusia.
Tanpa alam manusia pun tidak akan bisa hidup dengan sejahtera. Tanpa alam
manusia menderita. Alam adalah ibu dan rumah mereka. Persoalan kehancuran alam
terletak pada kesalahan manusia sendiri yang
menyimpangkan kekuasaannya atas pengolahan alam untuk memuaskan hidup
pribadinya tanpa menyadari hubungan erat dirinya dengan alam dan dampak yang
terjadi pada alam dan hidupnya sebagai manusia. Manusia sebenarnya tahu hanya
tidak mau tahu akan peran alam bagi dirinya. Manusia seharusnya menyadari peran
alam bagi dirinya : manusia ada karena alam ada dan relasi kekeluargaannya dengan
alam. Persoalan-persoalan tersebut akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Manusia ada karena alam ada
Tidak dapat
disangkal bahwa kita ini ada selain karena Tuhan juga karena alam ada.
Kenyataan ini memperlihatkan bahwa manusia lahir dan bertumbuh dalam alam. Alam
menjadi rumah sekaligus ibu bagi manusia di bumi. Ia menyediakan apa yang
dibutuhkan oleh manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Ini tampak pada
kenyataan manusia yang berumah, berladang dan bermakanan. Lebih dari itu alam
menjadi rumah spiritual bagi manusia. Ini tampak pada agama tradisional manusia
di mana manusia memohonkan roh kosmis untuk menyertai dalam keberlangsungan
hidupnya. Dari sini manusia sangat menghargai dan menghormati bahkan menganggap
alam adalah rumah, ibu, dan Tuhan mereka, khususnya pada masyarakat tradisional
atau asli pedalaman.
Adanya kesadaran
yang demikian sungguh memperlihatkan sebuah kenyataan bahwa Manusia dan alam
berada dalam sebuah keharmonisan relasi. Alam tidak lain adalah jagat besar,
sedangkan manusia adalah jagat kecilnya (Koesbyanto
dan Adi Yuwono, 1997:51). Alam mempunyai dunianya sendiri. Demikian halnya
dengan manusia. Tetapi keduanya hidup dalam satu kosmos yang saling melengkapi.
Alam memberikan segalanya bagi manusia untuk kebaikan manusia sendiri dan untuk
keberlangsungan hidupnya. Sedangkan manusia dituntut untuk menguasai alam
dengan benar dan sesuai dengan jalan kehidupan dunia alam.
Manusia
seharusnya menyadari bahwa ia mutlak bergantung pada alam. Alam penuh kekuatan
dan energi yang tidak mampu dikendalikan
oleh manusia. Alam selalu merespons tindakan manusia. Alam dapat bekerja sama
dengan manusia tatkala manusia mengatur atau mengolah alam setuju dan sesuai
dengan jalan alam itu sendiri. Dengan kerja sama yang demikian manusia dapat
mengetahui rahasia-rahasia alam dan dapat membantu manusia mengenal dirinya
juga. Alam bahkan berperan membentuk karakter manusia. Hal ini sangat tampak
pada manusia dan budayanya. Karena peran alam itu manusia dibiarkan untuk
diubah oleh alam. Ini menandakan bahwa alam tidak tunduk pada kekuasaan manusia
melainkan manusialah yang dikuasai alam. Dengan kata lain manusia tunduk pada
alam (Rudianto,dkk.,1993:109).
Salah satu
contoh yang memperlihatkan ketergantungan manusia dan sikapnya terhadap alam
ada pada Legenda Puyang Gana (Penjaga
Bumi) bagi warga Ibanic Group
mengajarkan beberapa kearifan, yaitu :
1.
Kekayaan alam,
khususnya padi dan mineral adalah penjelmaan ibu dan ayah, pasangan manusia
pertama yang diturunkan oleh Petara Raja Juwata. Padi dan mineral dan mineral
karena dianggap mempunyai “roh” kehidupan.
2.
Puyang Gana, Sang
Penjaga Bumi adalah saudara tua manusia. Dia ditugaskan oleh Petara raja Juwata
untuk menjaga dan menguasai alam dan segala makhluk yang ada di dalamnya. Oleh
sebab itu dia harus dihormati.
3.
Kekayaan alam
diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia,tetapi bukan milik manusia.
Pemanfaatan kekayaan alam harus seizin Penjaga Bumi.
4.
Pemanfaatan kekayaan
alam tidak boleh dengan sikap serakah. Menguasai dan menumpuk kekayaan alam
untuk kepentingan ego pribadi hanya akan memancing kemarahan Penjaga Bumi.
5.
Setelah kekayaan alam
diambil, kondisi alamiahnya harus dipulihkan agar semua makhluk dapat hidup
normal kembali di dalamnya (Valentinus
dan Benny Phang, 2011:82).
Setiap makhluk hidup mempunyai rohnya
sendiri. Karena roh mereka bisa hidup. Karena roh mereka dapat berbicara dengan
caranya sendiri yang tidak dimengerti oleh manusia. Karena roh pula mereka
adalah makhluk bertuhan. Maka bagi manusia sangat penting menyadari ini karena
dari kenyataan inilah kearifan akan alam ada. Kearifan lokal yang ada justru
karena adanya kesadaran akan prinsip ini. Bagaimana mungkin kearifan lokal yang
ada muncul dalam diri manusia tanpa manusia menyadari hakikat makhluk hidup?
Karena kesadaran ini tanggung jawab manusia untuk melestarikan alam adalah hal mutlak
untuk dilakukan. Sebenarnya ini bukanlah lagi kewajiban melainkan sudah menjadi
hak manusia sendiri. Ketika manusia mengambil kekayaan alam adalah penting
untuk menggantikannya dengan yang baru sebagai proses regenerasi. Proses
seperti ini menunjukkan peran manusia untuk melahirkan kelahiran baru pada alam
dan menunjukkan sikap hormatnya sebagai anak dari alam. Sikap manusia yang
demikian pada akhirnya menunjukkan pula sikapnya kepada Tuhan, Sang Pencipta
makhluk hidup.
Alam juga
menunjukkan sikap yang sama dengan manusia. Ia bertumbuh sejalan dengan
tatanannya yang alami dan melahirkan kelahiran makhluk hidup yang baru dengan
caranya sendiri untuk menunjukkan sikap hormatnya pada Tuhan. Sikap hormat
memperlihatkan kemauan untuk bekerja sama. Kita dapat melihat kenyataan ini : tanah dan tumbuh-tumbuhan ialah salah
satu rumah bagi segala yang hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak diciptakan Allah
secara langsung, tetapi ditumbuhkan oleh tanah. Dalam tanah ada kehidupan dan
ia memberikan kehidupan yakni tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian tanah adalah ibu
dari tumbuh-tumbuhan. Dia bekerja sama dengan Allah yang memberikan perintah supaya
menumbuhkan segala yang hijau (Valentinus
dan Benny Phang,2011:189-190).
Kehancuran alam dan keserakahan manusia : persoalan moralitas
manusia
Alam hancur
bukan tanpa sebab. Kita telah melihat kenyataan bahwa alam itu punya hukum
hidupnya sendiri. Alam memang bisa membuat gempa bumi, gunung meletus, bencana
tsunami, tetapi ia tidak merusak dirinya sendiri. Ia dapat memulihkannya
sendiri. Alam hancur justru karena sebab lain. Manusia dapat diperkirakan
sebagai subyek penghancur alam. Ia mengolah alam tetapi menyalahkan hasil
olahannya untuk menghancurkan alam itu sendiri. Regenerasi, reboisasi dan
semacamnya, yang dilakukan tidak sebanding dengan pengurasan kekayaan alam
dengan cara yang membabi buta dan tanpa henti. Maka, ada benarnya ajaran
Taoisme yang mengatakan bahwa yang berasal dari alam merupakan keindahan dan
yang berasal dari manusia merupakan sumber penderitaan (Yu-Lan, 2007: 25).
Dunia menjadi
bermakna ketika berfungsi suportif kepada hidup manusia. Pemaknaan yang
demikian menjadikan alam adalah harta karun yang harus digali, dieksplorasi.
Uang didapatkan dari sana, tetapi betapa kerugian bencana lingkungan tak
terkira nilainya (Valentinus dan Benny
Phang, 2011:156). Akibatnya akar krisis ekologis harus ditemukan dan
terutama dalam keserakahan manusia. Manusia selalu ingin memperoleh harta lebih
banyak. Seakan-akan tidak pernah ada kata cukup untuk harta. Meskipun orang
sadar bahwa sumber daya alam suatu saat akan habis dan bahwa manusia harus
menjaga keseimbangan alam dan wajib meninggalkan alam ciptaan alam yang layak
huni bagi generasi-generasi berikutnya, namun karena dorongan untuk mencari
harta dan keuntungan sering kali kesadaran itu malah dilupakan (Valentinus
dan Benny Phang,2011: 218).
Penggunaan paradigma relasi manusia dan
alam sebagai relasi tuan dan hamba, relasi pengguna dan yang digunakan membawa
masalah besar bagi manusia. Karena ia adalah gambar Allah, manusia merasa berhak
untuk memakai mengolah alam untuk melayani kepentingannya sendiri: air,
tumbuh-tumbuhan, binatang, sumber daya alam dan sebagainya. Manusia tidak
peduli apakah karena alam menjadi rusak atau tidak; ia tidak merasa harus
bertanggung jawab. Di sini manusia tidak memikirkan adanya dosa melawan alam.
Manusia kerap hanya mengakui dosa melawan Tuhan dan sesama (Valentinus dan Benny Phang,2011: 217).
Manusia tidak menyadari bahwa sesungguhnya yang menjadi tuan dalam bumi ini
adalah alam bukan dirinya. Sebab alam tidak bergantung pada manusia tetapi
manusia yang justru bergantung pada alam sampai akhir hidupnya. Maka dalam hal
ini manusia lebih sesuai berada pada posisi hamba. Sebagai pengguna, manusia
tepat pada posisi ini. Namun alam sebagai yang digunakan meminta hak dan
kewajiban untuk bertanggung jawab dari manusia. Sebab alamlah yang menyediakan
semua kebutuhan yang digunakan oleh manusia.
Kita, manusia, seharusnya mampu melihat
realitas keagungan dari alam dalam perannya bagi keberlangsungan hidup kita. Ini
sebuah keharusan yang harus ada pada manusia agar relasi manusia dengan alam
tetap damai dan menguntungkan satu sama lain. Manusia seharusnya selalu mampu
berkata bahwa alam memang indah. Ia indah karena kehadirannya yang unik dan
nyata. Alam indah dalam tatanan pemandangan gunung yang menjulang atau bukit
yang landai atau luas atau sawah yang menghijau permai atau telaga biru dan
jernih atau aliran sungai yang gemericik. Ia juga indah dalam kehadiran pohon
rindang, bunga-bunga yang kuncup atau mekar, rerumputan yang tebal hijau. Alam
itu indah karena hujan, angin, matahari, bulan, dan bintang. Alam itu juga
indah kehidupan itu sendiri adalah indah. Alam indah karena manusia yang
“dilahirkan, ditumbuhkan, dan dibesarkan” di dalamnya tidak kekurangan apapun.
Alam identik dengan kehidupan itu sendiri. Dalam konteks ini “bencanan alam”
berarti itu yang merusak kehidupan (Valentinus
dan Benny Phang,2011:129-130).
Manusia dan alam
Dunia kita
merupakan tempat kehadiran manusia dan alam. Keduanya merupakan satu keluarga
kosmis yang saling berhubungan erat satu sama lain. Mereka tidak bisa
dipisahkan. Keduanya saling melengkapi. Namun yang terpenting dari hubungan
keduanya ialah bahwa mereka berasal dari satu Pencipta, yakni Allah. Maka dari
semuanya itu adalah sangat penting bagi manusia untuk menyadari seluruh
kehidupannya bersama dunia, yakni alam. Titik berangkat kesadaran ini ialah
bahwa Tuhan adalah pemilik seluruh ciptaan. Dialah yang menjadikan semuanya
menjadi ada seperti kita sendiri dan apa yang kita lihat dan rasakan. Apa yang
diciptakan oleh Tuhan adalah baik, indah dan teratur adanya. Karena itu manusia
tidak berhak menjadikan semuanya kacau dan hancur. Manusia hanyalah pengurus
ciptaan Tuhan karena inilah tugas yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Mengurus
di sini berarti mengolah alam dan menguasainya dengan benar dan baik dan
membuatnya semakin indah serta memulihkan alam ke tatanannya yang teratur tanpa
menghancurkannya.
Ketika manusia
menyadari tugasnya ini dan bergerak untuk merealisasikannya, manusia ikut
“menciptakan” dunia. Di sinilah tampak bahwa
manusia adalah pengantara Tuhan untuk melestarikan karya-Nya. Tetapi
realitas yang sering kita jumpai dalam pengalaman hidup kita, didapati tindakan
keserakahan manusia. Alam menjadi rusak dan kekayaannya semakin terkuras karena
tidak diolah secara benar. Kehancuran ekosistem terjadi di mana-mana dan global warming terus meningkat. Manusia
tidak mau tahu dan menyadari bahwa dosanya ini berdampak pada ciptaan, termasuk
dirinya sendiri. Padahal ia sendiri adalah bagian dari alam dan hidupnya pun
bergantung pada alam. Sebaliknya alam tidak pernah bergantung pada manusia. Ia
akan tetap bertumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa pengaturan dari
manusia. Manusia sendiri pun tidak akan mampu mengendalikan kekuatan alam.
Bencana alam dan gempa bumi yang terjadi menunjukkan keunggulan dari produk
kekuatan alam. Kalau alam marah, maka
manusia diminta untuk memperbaiki hubungan dengan alam. Karena itu sangat
penting memupuk persaudaraan dengan alam. Persaudaraan ini menjadi penting
lantaran keduanya pada dasarnya adalah sebuah keluarga dunia yang tidak bisa
dipisahkan. Persaudaraan ini mau memperlihatkan bahwa ciptaan itu tidak hanya
manusia tetapi juga alam. Manusia harus hidup bersanding dengan alam. Manusia
harus kembali pada tugasnya untuk mengolah dan menguasai alam dengan baik tanpa
merugikan alam sendiri. Karena dengan merugikan alam manusia merugikan dirinya
sendiri. Oleh karena itu yang diminta sekarang ini sebenarnya hanya satu, yakni
perlunya melestarikan alam. Karena dengan melestarikan alam manusia
melestarikan kehidupannya sendiri. Demikianlah ketika manusia sudah sampai pada kesadaran ini
berarti manusia menyadari bahwa dia bukan satu-satunya makhluk yang dikasihi
oleh Tuhan. Tetapi semua makhluk yang ada dalam bumi ini dikasihi oleh Tuhan.
Adalah tidak masuk akal jika Tuhan hanya mengasihi manusia dan mengabaikan
ciptaan lain. Kalau terjadi demikian berarti yang lain itu bukanlah ciptaan
Tuhan. Prinsip ini haruslah hidup dalam diri manusia dan manusia sendiri perlu
membatinkannya dalam sepanjang hidupnya
karena ini menyangkut keselamatan kosmis, termasuk dirinya sendiri (Phang,2011: 223-230).
Penutup
Sudah tiba saatnya manusia harus membuang kepura-puraannya terhadap peran dan
relasi alam dalam hidupnya. Kesengajaan untuk tidak mau tahu haruslah
disingkirkan dari sekarang. Persoalan kehancuran alam adalah sebuah fenomena
yang sangat mendesak. Manusia harus segera memulihkan kehancurannya yang
telah-sedang-akan terjadi. Itulah tanggung jawabnya karena ia hanya menumpang
hidup di dunia alam. Sebab jika alam hancur akan berakibat pada kehancuran
manusia sendiri. Manusia akan segera menderita. Potensi menjadi ini kemungkinan
besar akan terwujud. Bahaya ada di depan mata manusia. Selama manusia masih
memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan kelestarian alam, alam akan marah
dan manusia akan menangisi alam tiada hentinya, layaknya menangisi orang yang
telah meninggal. Tetapi alam tidak akan menangisi manusia karena logika alam
sangat berbeda dengan logika manusia. Kekhawatiran ini mengisyaratkan bahwa keselamatan
bumi sekarang terletak di tangan manusia. Selama manusia serakah dan tidak
mencintai alam dengan melestarikannya bersiaplah menghadapi penderitaan. Maka, yang
perlu dilakukan sekarang ialah manusia harus melestarikan alam. Dengan demikian
alam akan menjamin kelestarian hidup manusia. Dengan sendirinya ini menjadi
titik dari manusia melestarikan kehidupannya di bumi.
Keperpustakaan :
Yu-Lan,
Fung. Sejarah Filsafat Cina.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007
Rudianto,
R. Bambang dkk. Jelajah Hakikat Pemikiran
Timur. Jakarta : Gramedia, 1993
Koesbyanto,
J.A. Dhanu dan Firman Adi Yuwono. Pencerahan
: Suatu Pencarian Makna Hidup dalam Zen Buddhisme. Yogyakarta : Kansius,
1997
Dr.
Phang, Benny dan Dr. Valentinus. Minum
dari Sumber Sendiri : Dari Alam Menuju Tuhan. Malang : STFT Widya Sasana,
2011
Casino - DrMCD
BalasHapusCasino is a fun and exciting gambling destination at Dr.Mcd, 안동 출장안마 Our mission is to 공주 출장안마 create 과천 출장마사지 the best Vegas experience. Casino Rewards 경주 출장마사지 - Casino Rewards - Dr.MCD. 광명 출장마사지