11/07/2014

RSBI TERKESAN DISKRIMINASI ?

RSBI terkesan diskriminasi ?
( oleh : j-sen*90 )

k
ehadiran RSBI pada awalnya disambut baik oleh sebagian besar masyarakat kita. Dengan konsep yang disosialisasikan yang berdasarkan pada pasal 50 ayat 3 UU no.20 tahun 2003, masyarakat diyakinkan bahwa pemerintah ingin membuka jalan baru bagi dunia pendidikan Indonesia yang lebih berkualitas untuk ke depannya. Begitulah yang terjadi pada awal berdirinya sekolah ini. sekolah-sekolah reguler yang memenuhi syarat untuk diubah statusnya menjadi RSBI menyambut dengan antusias sekali karena dengan status yang demikian sekolah mereka bisa go International. Dengan demikian kehadiran sekolah-sekolah berstatus RSBI seolah-olah menjadi pembawa harapan baru bagi dunia pendidikan Indonesia yang saat ini sedang mengalami “kegalauan”.
Semua masyarakat dapat merasakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Kualitas dan penyediaan sarana dan prasarana bila disesuaikan dengan syarat-syarat sekolah internasional masih banyak di bawah standar. Ditambah lagi dengan proses penyelenggaraan pendidikan itu sendiri yang uring-uringan dan tidak sungguh-sungguh. Kita dapat melihat sistem pendidikan dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan lain-lain, begitu tertata dan berjalan dengan sangat baik. Pemerintah negara setempat begitu memperhatikan dunia pendidikannya karena mereka sudah sampai pada kesadaran bahwa sekolah-sekolah dan para siswanya merupakan harta yang paling berharga dan masa depan bangsa.
Di Indonesia kesadaran itu masih mengambang. Dalam arti bahwa pemerintah sudah menyadari semuanya itu hanya tingkat perhatian yang mereka berikan masih belum mengena dan maksimal terutama pada proses penyelenggaraan pendidikan itu sendiri, yang tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh. Apa yang mereka rencana sungguh amat baik hanya terhambat pada perhatian, pelaksanaan, dan pertimbangan-pertimbangan. Yang terakhir kerap tidak dikritisi dengan sungguh-sungguh. Lihat apa yang terjadi selama ini. pergantian kurikulum dan penghilangan dan penambahan mata pelajaran adalah salah satu contohnya. Seolah-olah setiap perubahan yang diberlakukan dengan segera membawa perubahan yang signifikan. Sementara itu juga, perjalanan dunia pendidikan bangsa kita tidak memiliki sistem yang jelas. Mana ideologi yang harus diikuti. Padahal unsur yang terpenting dalam memajukan pendidikan sebuah negara adalah adanya ideologi yang dianut. Tanpa itu dunia pendidikan sebuah negara tidak akan maju-maju. Inilah yang dikhawatirkan akan terjadi pada negara Indonesia sendiri.   
Kita bisa mengerti bahwa pada saat dunia pendidikan Indonesia jauh ketinggalan pemerintah mencanangkan agar menghadirkan sekolah-sekolah berbasis internasional. Tujuannya sangatlah jelas yakini supaya pendidikan Indonesia dapat bersaing di dunia internasional. Cara yang instan memang karena terdesak situasi. oleh karena itu sekolah-sekolah berstatus RSBI terpaksa dimunculkan.
Namun kemunculan sekolah-sekolah RSBI sebenarnya tidak harus ada karena belum tentu mengangkat pendidikan tanah air di mata dunia. Belum lagi masalah yang menjadi kekhawatiran para pengamat pendidikan, yakni adanya diskriminasi dalam dunia pendidikan. Itu begitu terasa. Lihatlah apa yang terjadi di lapangan. Para siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah RSBI sebagian besar dari golongan keluarga yang secara ekonomi mampu. Sedangkan bagi para siswa yang berasal dari golongan keluarga miskin, yang secara ekonomi kurang mampu, tidak bisa merasakan pendidikan di sekolah RSBI yang dikatakan lebih berkualitas itu.
Bisa dikirakan berapa persen keluarga miskin yang mampu “menembus” sekolah RSBI. Mungkin hanya satu sampai lima persen. Itu pun pasti mereka yang sebagian besar mendapat beasiswa atau yang mendapat bantuan dari pihak sekolah atau orang terdekat. Tetapi pada umumnya keluarga-keluarga yang dari golongan tidak mampu secara ekonomi terpaksa tidak mendapat tempat di sekolah elit ini. Bisa dibayangkan SPP saja mencapai ratusan ribu rupiah. Belum lagi biaya yang lain, seperti DPP dan sarana-sarana sekolah yang lainnya. Seandainya para keluarga miskin menyekolahkan anaknya di sekolah ini, sampai kapankah mereka mampu bertahan membiaya sekolah anaknya sementara hasil jerih payah mereka kerap tidak sebanding dengan biaya pendidikan yang mahal itu? Apakah mereka terus-menerus mengharapkan bantuan pemerintah? Tentu tidak, bukan? Lalu dalam hal ini siapa pihak yang salah? Tentunya banyak kalangan yang akan mempersalahkan pemerintah karena dianggap tidak memperjuangkan hak rakyat kecil atau pro rakyat.
Memang di satu sisi pemerintah bisa dipersalahkan karena mereka sendirilah yang melahirkan sekolah-sekolah RSBI. Mereka kurang mempertimbangkan dampak negatif yang terjadi dari kemunculan sekolah-sekolah ini. sebenarnya perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan tanah air kita sangat besar dan patut diacungi jempol. Tetapi sekali lagi mereka kurang kritis mempertimbangkan dampak negatif yang terjadi ke depannya. Belum lagi proses penyelenggaraannya yang kerap buruk. Sebagian besar tidak transparan dan kerap bermain uang. Padahal merekalah pihak utama yang menentukan maju atau tidaknya dunia pendidikan tanah air kita. Kiranya inilah salah satu hal yang bisa dipersalahkan terhadap kinerja mereka selama ini. tentunya kita berharap agar keburukan dan penyimpangan yang telah terjadi tidak berlangsung lama dan segera teratasi.
Di sisi lain sekolah itu pada dasarnya bersifat elitis. Jika kita kembali ke masa lampau terutama pada zaman Romawi, sekolah merupakan tempat kedua memperoleh pendidikan atau ilmu pengetahuan sesudah keluarga.  Dalam hal ini pendidikan pertama dan utama berlangsung dalam keluarga. Sehingga orang tualah yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya mengenai kearifan, ketertiban, pengetahuan, dan kebudayaan. Pendidikan model ini disebut sebagai pendidikan informal.  
Pendidikan formal atau sekolah baru dirasakan kebutuhannya ketika budaya semakin berkembang. Artinya bahwa dalam perjalanan waktu banyak hal baru yang muncul dalam kehidupan dan pendidikan informal yang diperoleh dalam keluarga tidak mampu lagi mencerna dan mengertinya. Kebudayaan-kebudayaan baru banyak berkembang dan akhirnya memunculkan pengetahuan yang baru pula. Oleh karena itu untuk mengetahui dan memahaminya diperlukan waktu dan kondisi yang memungkinkan dan sekolah menjadi tempat yang tepat sebagai solusinya.
Memang sekolah menjadi tempat yang pantas untuk itu. Menurut sejarah kelahirannya, sekolah merupakan kegiatan yang tidak terkait langsung dengan kehidupan. Istilah sekolah sendiri berasal dari kata Yunani, skole, yang berati waktu luang. Maksudnya ialah bersekolah saat itu berarti meluangkan waktu khusus di luar kesibukan sehari-hari untuk mempelajari kebudayaan yang semakin banyak yang tentunya tak bisa lagi dicerna bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan hidup sehari-hari. Jelas tugas ini tidak bisa ditangani sendiri oleh sebuah keluarga. Fenomena itu terjadi sampai zaman sekarang. ilmu itu sendiri pun tidak datang dengan sendirinya kalau tidak ada yang mengajarkannya. Oleh karena itu sebuah keluarga perlu bantuan seseorang atau lembaga yang bisa menggantikan posisi mereka dan sekaligus menjadi orang tua kedua bagi anak-anak mereka. Maka dari itu lahirlah sekolah.
Dengan adanya kebutuhan itu sekolah menjadi semacam wadah untuk memahami bermacam fenomena baru yang muncul dalam kehidupan. Di sini ilmu pengetahuan oleh anak-anak pada umumnya dapat diperoleh dan dicerna secara intensif. Dengan demikian ilmu pengetahuan menjadi semacam bekal dan senjata dalam memahami fenomena-fenomena yang sedang terjadi saat ini dan yang akan datang. Dan memang benar kebutuhan itu menjadi hal yang mutlak sampai saat ini karena dengan hadirnya kebudayaan yang waktu ke waktu semakin berkembang seperti zaman sekarang ini memaksa kita, khususnya mereka yang hidup pada zaman Romawi, untuk memiliki banyak kepandaian dengan tingkat kerumitan yang tinggi yang tidak bisa dipelajari sambil lalu. tentu semua itu tidak gratis tetapi membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga pada waktu itu hanya keluarga-keluarga kaya yang mampu mengirimkan anak-anaknya untuk bersekolah. Inilah faktanya bahwa sekolah itu memang mahal dan elit.
situasi seperti itu hadir juga di situasi sekarang, salah satunya di Indonesia sendiri. Di satu sisi, UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 tentang pendidikan menegaskan bahwa pendidikan di sekolah atau formal begitu penting dan harus didapatkan oleh semua anak di Indonesia selain pendidikan informal yang mereka terima dalam keluarganya masing-masing, sedangkan pemerintah berkewajiban membiayai dan mengadakan prasarana dan sarana pendidikan. Tetapi di sisi lain terjadi fenomena-fenomena yang bertolak belakang dengan isi undang-undang itu. Banyak anak yang masih tidak mendapat haknya. Kalau dilihat penyebabnya sebagian besar terbentur pada masalah ekonomi, sarana dan prasarana yang tidak ada, khususnya di daerah-daerah terpencil, dan program sekolah gratis yang tidak merata.
Terlepas dari masalah klasik itu, ada fenomena yang sebenarnya bisa dikatakan wajar, yakni hadirnya sekolah elit. Kalau seperti sekarang bisa dicontohkan dengan sekolah RSBI. Tentu kita tahu dengan baik bahwa sebagian besar sekolah-sekolah elit, memiliki kualitas pendidikan yang bermutu dan prasarana dan sarana yang lengkap. Oleh karena itu tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat mengenyam pendidikan di sekolah itu. Karena mahalnya hanya keluarga-keluarga yang mampu secara ekonomis saja yang dapat menyekolahkan anaknya di sekolah elit itu. Inilah yang terjadi di sekolah-sekolah reguler RSBI yang notabene dikelola oleh pemerintah, apalagi kalau sekolah itu adalah sekolah swasta, yang dikelola oleh badan swasta itu sendiri dan bukan oleh pemerintah. Semakin bagus kualitas sebuah sekolah maka semakin mahal pulalah biaya pendidikannya. Dan ternyata meskipun mahal banyak keluarga, entah itu dari keluarga yang mampu secara ekonomis maupun yang setengah mampu, masih berbondong-bondong menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah elit. Mahal tidak menjadi masalah tetapi kualitas dari sekolah itu yang penting karena dengan demikian pendidikan yang diperoleh anak-anaknya lebih baik, tidak sia-sia, dan menjamin masa depan si anak dan keluarga ke depannya. Di samping itu ada sebuah pembelajaran yang berarti bahwa ilmu itu memang mahal dan untuk mendapatkannya, di samping ketekunan juga butuh pengorbanan, salah satunya adalah dengan rela mengeluarkan banyak uang (bukan bermain uang). sekolah murah dan gratis belum menjamin kualitas sekolahnya bagus. Jadi, adalah wajar kalau sekolah berbasis RSBI mahal.

Keluhan-keluhan yang dilontarkan oleh banyak masyarakat kita mengenai sekolah RSBI ada benarnya. Kehadiran sekolah-sekolah yang berbasis internasional kerap menjadi tempat tumbuhnya diskriminasi dalam dunia pendidikan. Anak-anak dari golongan keluarga miskin lalu tidak bisa mencicipi pendidikan yang berkualitas di sekolah itu. Namun pantaskah mereka (sekolah-sekolah RSBI) dipersalahkan? Tentu tidak! yang patut dipersalahkan seharusnya adalah pemerintah. Jika pemerintah menginginkan pendidikan yang adil dan merata, maka pemerintah sendiri seharusnya memberlakukan sekolah gratis, mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA. Kita harus berani belajar dari negara-negara yang dunia pendidikannya sudah maju, seperti negara-negara di Eropa. Mereka sebagian besar menerapkan sistem ini sehingga tidak ada anak yang tidak bersekolah. Inilah bentuk keseriusan mereka terhadap dunia pendidikan. Pendidikan bagi mereka merupakan pilar utama untuk kemajuan negara. seandainya sistem  (sekolah gratis) ini diberlakukan di Indonesia sendiri hendaknya harus berlaku bagi semua sekolah, entah itu sekolah negeri maupun sekolah swasta. Karena bagaimana pun sekolah swasta juga menyumbang banyak hal bagi kemajuan pendidikan di tanah air kita ini. sehingga di Indonesia tidak ada lagi yang namanya diskriminasi dalam dunia pendidikan. Maka, harapan Indonesia ke depan agar dunia pendidikannya maju dan berkualitas dapat terwujud. Namun semuanya itu harus disadari dengan kesungguhan dan rasa keprihatinan yang tinggi dari pemerintah, selaku pengatur sistem pendidikan di tanah air tercinta ini, dan juga dari kita semua sebagai warga bangsa Indonesia sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar