Salib : mukjizat atau kutukan ?
( sebuah refleksi )
oleh:
elias jeksen
D
|
alam perkembangan waktu, kita dapat
melihat bahwa banyak orang yang mengikuti Kristus. Ini adalah kebanggaan bagi
Gereja karena orang semakin menyadari bahwa keselamatan jiwa begitu hakiki.
Meskipun demikian ada persoalan yang harus kita renungkan bersama, yakni banyak
orang yang mengikuti kristus
tetapi sedikit yang mau memikul salib. Persoalan itu lantas membuat kita
bertanya mengapa orang menghindari Salib? Apakah salib dipandang sebagai
kutukan, seperti yang dikatakan berbagai kelompok yang anti Kristus? Lalu,
bukankah kita juga yakin bahwa salib adalah sebuah mukjizat yang dapat mengubah
hidup ? dalam renungan kali ini
saya akan mencoba menjelaskan makna salib baik sebagai kutukan maupun sebagai
mukjizat serta ajaran Bapa Pendiri, santo Paulus dari Salib.
Makna salib
a.
Salib
sebagai kutukan ?
Mengapa salib disebut
sebagai kutukan? Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita melihat secara
sekilas latar belakangnya. Salib merupakan alat hukuman mati yang ngeri dan
memalukan. Hukuman salib sendiri sebenarnya berasal dari negeri Persia, kemudian
diambil alih oleh bangsa Yunani dan sejak perang dengan kartago, orang Romawi pun menggunakan hukuman salib sebagai
hukuman yang paling kejam yang diperuntukkan bagi para budak dan orang-orang
asing ( terutama penjajah ) yang memberontak. Karena begitu kejam dan
mengerikan hukuman ini, tidak mengheran kalau Cicero, seorang sastrawan roma mengatakan bahwa kata “salib”
harus dijauhkan dari tubuh, pikiran, mata dan bahkan sampai dengan telinga
warga Romawi. Hukuman salib merupakan hukuman bagi orang yang terkutuk.
Konon, hukum yahudi menentukan bahwa para pemuja
berhala, penghojat, dan pemberontak dirajam dengan batu dan digantung pada
sebuah tiang. Mereka dibiarkan mati secara mengerikan karena dipandang sebagai
yang terkutuk oleh Allah. Dan agar tidak menajiskan, maka mayat mereka segera
dikuburkan ( Ul 21:23; bdk. gal
3:13 ). Jika demikian ini berarti bahwa Yesus yang digantung di kayu salib
adalah orang yang terkutuk. Mungkin
penjelasan ini dapat membantu kita memahami salib sebagai kutukan dan mungkin
pandangan ini juga merupakan salah satu referensi yang digunakan oleh kelompok
anti kristus untuk menyerang
agama Kristen. Baiklah kita meninggalkan polemik ini karena bagaimana pun
kebenaran misteri salib dalam pandangan kristiani
tidak akan pernah mereka terima.
Arti salib sebagai
kutukan dalam pengertian sekarang bukanlah soal kematian yang mengerikan dan
bukan juga soal kematian dan pertumbuhan hidup seseorang yang tidak wajar
melainkan soal kedangkalan seseorang akan pemaknaan hidupnya. Kedangkalan ini
memaksudkan sebuah perjalanan hidup di mana
manusia tidak mampu lagi menerima dan menghargai hidup yang ia jalani
sebagai anugerah dari Tuhan. Khususnya ketika ia berada dalam kehancuran,
terluka, putus asa, kecewa berat dan sejenisnya. Pemaknaan akan kehadiran Tuhan
sebagai penolong pun menjadi terlupakan dan terkubur dalam pemikirannya.
Ketenangan batin tidak lagi ia rasakan karena pertolongan Tuhan sendiri tidak
pernah ia rasakan juga.
Kedangkalan akan
pemaknaan hidup yang demikian membawa seseorang menyerah pada apa yang kita
sebut sebagai penderitaan. Pengaruh posisi seperti itu secara pelan-pelan tapi
pasti membuat orang tidak mampu lagi memaknai, menerima, dan sadar bahwa penderitaan merupakan salah satu unsur hakiki dari perjalanan hidup
manusia. Orang akan mengakui dan memvonis penderitaan hidup sebagai kutukan. Hal
ini kita dapat memakluminya karena mungkin dalam perjalanan hidupnya hanya
dipenuhi dengan penderitaan. Kehadiran penderitaan dalam hidupnya yang terus
menerus akan membawanya juga pada pengertian bahwa ini adalah sebuah nasib, suatu
garis hidup yang sudah ditentukan dari
semula ( takdir ). Kita pun akan mengalami dan memvonis hal serupa seandainya
kita tidak mampu menyatukan segala bentuk penderitaan kita masing-masing dengan
penderitaan Kristus dan berjuang untuk bangkit darinya.
b.
Salib
sebagai mukjizat.
Pandangan lain mengenai
salib adalah dari kekristenan.
Salib, bagi kita, sebagai seorang kristiani bukanlah sebuah kutukan melainkan
sebuah kekuatan hidup untuk mengalahkan segala bentuk kejahatan dan bahkan sebagai
mukjizat yang dapat mengubah situasi kehidupan kita yang galau dan sekaligus
memampukan kita bangkit dari keterpurukan dan kehancuran hidup. Ini dapat
terjadi kalau bertitik tolak pada permaknaan kita terhadap salib yang merupakan
bagian dari karya dan tanda penyelamatan
Allah. Kita percaya bahwa melalui permenungan atas misteri salib pasti ada
kekuatan yang mengalir darinya. Suatu kekuatan yang penuh misteri karena
memampukan kita menjalani hidup ini, menerima dan mensyukurinya. Sekali lagi
tentu kekuatan ini diperoleh dari pemaknaan akan salib.
Kristus
telah menjadikan salib yang awalnya dimaknai sebagai kutukan menjadi berkat,
lambang kemenangan, dan bagian dari karya penyelamatan. Perjalanan sengsara-Nya
dari Getsemani sampai pada Salib merupakan inspirasi bagi kehidupan kita, umat
Allah, dalam menjalani kehidupan beserta tantangan-tantangannya, terutama bagi
mereka yang hidup dalam kesengsaraan, kemiskinan, putus asa, pengejaran dan
penganiayaan, cacat seumur hidup, dan sejenisnya. Perhargaan atas salib juga memampukan
orang untuk mempunyai harapan kembali ketika kehancuran hidup membelenggunya.
Salib baginya adalah kekuatan dan jalan keluar yang mengubah hidup menjadi
lebih berarti.
Persoalan
hidup akan terus datang tanpa henti. Bagaikan sungai yang terus mengalir. Dan sampai
mati pun kita tidak bisa menghindarinya karena persoalan hidup merupakan bagian
dari hakikat kehidupan manusia. Kehadiran persoalan hidup membuat kehidupan
yang kita jalani ini menjadi berat dan kadang menyengsarakan karena melibatkan tubuh,
pikiran, perasaan, dan batin kita. Namun semuanya itu akan menjadi ringan
ketika kita dapat memaknai salib yang dari padanya Kristus disalibkan. Belajar dari
Yesus yang bersengsara sangat penting karena kesengsaraan-Nya adalah
segala-galanya untuk mengalahkan segala bentuk penderitaan hidup. Dialah
jawaban terhadap kesia-siaan hidup, kebutuhan kita, kesepian, penyakit dan
kematian, dan keegoisan manusia. Dengan demikian pemaknaan kita akan salib
semakin mendalam karena salib dimaknai sebagai kekuatan dan ketabahan,
pengingat adanya hidup kekal, dan pengingat penyertaan Yesus.
salib dalam ajaran santo
Paulus dari salib
santo
Paulus dari Salib mengajak kita para Pasionis untuk tidak menghindari salib.
Salib baginya merupakan bagian dari spiritualitas kita, Pasionis. Yesus dapat
menyelesaikan misi-Nya di bumi karena salib. Tanpa salib mustahil ada karya
penyelamatan. Untuk itu kita harus memikul salib sebagai syarat menjadi
pengikut-Nya. Adapun alasan dari tujuan mengapa kita harus memikul salib ialah
untuk menyerupai Yesus, untuk menjadi suci, untuk berbahagia dalam ketenangan
dan kedamaian, untuk memuluskan jalan masuk surga, dan untuk menyadari bahwa
salib akan selalu ada dan tidak pernah berkurang. Untuk memperoleh tujuan itu
kita dituntut memikul salib secara diam dan berharap, penuh kesabaran dan
damai, cinta kasih dan kegembiraan. Dengan demikian kita akan menemukan dan
merasakan bahwa pada salib terdapat
rahasia keutamaan-keutamaan Kristus.
Pemaknaan
salib dalam diri Santo Paulus dari salib tidak hanya pada penjelasan salib di
atas. Salib dimengerti sebagai kompleksitas penderitaan. Artinya salib itu
mempunyai banyak rupa. Paulus dari Salib sendiri membaginya menjadi tiga rupa
salib, yaitu salib berupa penyakit-penyakit badan, salib berupa
penderitaan-penderitaan buatan manusia, dan salib berupa
penderitaan-penderitaan rohani. Ketiga rupa salib ini memiliki pemaknaan yang
berbeda tetapi mempunyai tujuan yang sama, yakni solider dengan penderitaan
Yesus sekaligus menyerupai-Nya. Untuk lebih jelasnya baca buku “Vox Patris’’.
penutup
Kita harus sadar
bahwa spiritualitas kita kongregasi Pasionis sangatlah aktual dari masa ke masa
karena spiritualitas kita merupakan pusat pewartaan iman Gereja. Ini adalah
sebuah kebanggaan bagi kita yang mengikuti Tuhan dalam kongregasi ini. Namun
kebanggaan ini janganlah sebatas kebanggaan saja sebab seandainya demikian makna
dan perannya bagi karya keselamatan akan menjadi sia-sia. Spiritualitas
kita ini akan kehilangan nilai dan faedahnya karena telah di kurung dalam
sangkar kebanggaan itu sendiri. Penghayatannya dalam keseharian pun akan
menjadi dangkal.
Jadi,
tugas kita sekarang sebagai calon pasionis maupun Pasionis itu sendiri
ialah bagaimana kita dapat memberdayagunakan spiritualitas pasionis supaya dapat menjadi pegangan
hidup bagi umat Kristiani di tengah kemapanan hidup, budaya instan, hedonisme,
konsumerisme, dan bahkan kehidupan yang penuh penderitaan itu sendiri.
Dalam
menjalankan karya misi kita harus menyadari juga bahwa kita janganlah puas
hanya mengajak umat untuk merenungkan misteri hidup, sengsara, dan wafat Yesus
Kristus. Tetapi cara melakukannya hendaklah diajarkan juga kepada mereka agar
mereka semakin mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya. Dengan mengambil
bagian dalam penderitaan Kristus, setiap orang menjadi serupa dengan-Nya dalam
kematian-Nya , sehingga akan memperoleh kemuliaan yang sama. Dengan demikian
spiritualitas pasionis dapat
menjadi sebuah kesadaran akan kehadiran mukjizat salib dalam kehidupan umat
Kristiani dari masa ke masa.
Semoga
sengsara Yesus selalu berada dalam hati kita untuk memberdayagunakan
spiritualitas pasionis dalam
karya misi kita, yakni menumbuhkembangkan di dalam hati semua orang kebaktian
yang benar kepada Yesus, Hidup Sejati kita yang bernyala-nyala dalam cinta
sehingga rela bersengsara di dalam dunia yang terus baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar