11/07/2014

SALIB : MUKJIZAT ATAU KUTUKAN ?



Salib : mukjizat atau kutukan ?
( sebuah refleksi )

oleh: elias jeksen

D
alam perkembangan waktu, kita dapat melihat bahwa banyak orang yang mengikuti Kristus. Ini adalah kebanggaan bagi Gereja karena orang semakin menyadari bahwa keselamatan jiwa begitu hakiki. Meskipun demikian ada persoalan yang harus kita renungkan bersama, yakni banyak orang yang mengikuti kristus tetapi sedikit yang mau memikul salib. Persoalan itu lantas membuat kita bertanya mengapa orang menghindari Salib? Apakah salib dipandang sebagai kutukan, seperti yang dikatakan berbagai kelompok yang anti Kristus? Lalu, bukankah kita juga yakin bahwa salib adalah sebuah mukjizat yang dapat mengubah hidup ? dalam renungan kali ini saya akan mencoba menjelaskan makna salib baik sebagai kutukan maupun sebagai mukjizat serta ajaran Bapa Pendiri, santo Paulus dari Salib.

Makna salib
a.      Salib sebagai kutukan ?
Mengapa salib disebut sebagai kutukan? Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita melihat secara sekilas latar belakangnya. Salib merupakan alat hukuman mati yang ngeri dan memalukan. Hukuman salib sendiri sebenarnya berasal dari negeri Persia, kemudian diambil alih oleh bangsa Yunani dan sejak perang dengan kartago, orang Romawi pun menggunakan hukuman salib sebagai hukuman yang paling kejam yang diperuntukkan bagi para budak dan orang-orang asing ( terutama penjajah ) yang memberontak. Karena begitu kejam dan mengerikan hukuman ini, tidak mengheran kalau Cicero, seorang sastrawan roma mengatakan bahwa kata “salib” harus dijauhkan dari tubuh, pikiran, mata dan bahkan sampai dengan telinga warga Romawi. Hukuman salib merupakan hukuman bagi orang yang terkutuk.
Konon, hukum yahudi menentukan bahwa para pemuja berhala, penghojat, dan pemberontak dirajam dengan batu dan digantung pada sebuah tiang. Mereka dibiarkan mati secara mengerikan karena dipandang sebagai yang terkutuk oleh Allah. Dan agar tidak menajiskan, maka mayat mereka segera dikuburkan ( Ul 21:23; bdk. gal 3:13 ). Jika demikian ini berarti bahwa Yesus yang digantung di kayu salib adalah orang  yang terkutuk. Mungkin penjelasan ini dapat membantu kita memahami salib sebagai kutukan dan mungkin pandangan ini juga merupakan salah satu referensi yang digunakan oleh kelompok anti kristus untuk menyerang agama Kristen. Baiklah kita meninggalkan polemik ini karena bagaimana pun kebenaran misteri salib dalam pandangan kristiani tidak akan pernah mereka terima.
Arti salib sebagai kutukan dalam pengertian sekarang bukanlah soal kematian yang mengerikan dan bukan juga soal kematian dan pertumbuhan hidup seseorang yang tidak wajar melainkan soal kedangkalan seseorang akan pemaknaan hidupnya. Kedangkalan ini memaksudkan sebuah perjalanan hidup di mana  manusia tidak mampu lagi menerima dan menghargai hidup yang ia jalani sebagai anugerah dari Tuhan. Khususnya ketika ia berada dalam kehancuran, terluka, putus asa, kecewa berat dan sejenisnya. Pemaknaan akan kehadiran Tuhan sebagai penolong pun menjadi terlupakan dan terkubur dalam pemikirannya. Ketenangan batin tidak lagi ia rasakan karena pertolongan Tuhan sendiri tidak pernah ia rasakan juga.
Kedangkalan akan pemaknaan hidup yang demikian membawa seseorang menyerah pada apa yang kita sebut sebagai penderitaan. Pengaruh posisi seperti itu secara pelan-pelan tapi pasti membuat orang tidak mampu lagi memaknai, menerima, dan sadar  bahwa penderitaan merupakan  salah satu unsur hakiki dari perjalanan hidup manusia. Orang akan mengakui dan memvonis penderitaan hidup sebagai kutukan. Hal ini kita dapat memakluminya karena mungkin dalam perjalanan hidupnya hanya dipenuhi dengan penderitaan. Kehadiran penderitaan dalam hidupnya yang terus menerus akan membawanya juga pada pengertian bahwa ini adalah sebuah nasib, suatu  garis hidup yang sudah ditentukan dari semula ( takdir ). Kita pun akan mengalami dan memvonis hal serupa seandainya kita tidak mampu menyatukan segala bentuk penderitaan kita masing-masing dengan penderitaan Kristus dan berjuang untuk bangkit darinya.

b.      Salib sebagai mukjizat.
Pandangan lain mengenai salib adalah dari kekristenan. Salib, bagi kita, sebagai seorang kristiani bukanlah sebuah kutukan melainkan sebuah kekuatan hidup untuk mengalahkan segala bentuk kejahatan dan bahkan sebagai mukjizat yang dapat mengubah situasi kehidupan kita yang galau dan sekaligus memampukan kita bangkit dari keterpurukan dan kehancuran hidup. Ini dapat terjadi kalau bertitik tolak pada permaknaan kita terhadap salib yang merupakan bagian dari karya  dan tanda penyelamatan Allah. Kita percaya bahwa melalui permenungan atas misteri salib pasti ada kekuatan yang mengalir darinya. Suatu kekuatan yang penuh misteri karena memampukan kita menjalani hidup ini, menerima dan mensyukurinya. Sekali lagi tentu kekuatan ini diperoleh dari pemaknaan akan salib.
            Kristus telah menjadikan salib yang awalnya dimaknai sebagai kutukan menjadi berkat, lambang kemenangan, dan bagian dari karya penyelamatan. Perjalanan sengsara-Nya dari Getsemani sampai pada Salib merupakan inspirasi bagi kehidupan kita, umat Allah, dalam menjalani kehidupan beserta tantangan-tantangannya, terutama bagi mereka yang hidup dalam kesengsaraan, kemiskinan, putus asa, pengejaran dan penganiayaan, cacat seumur hidup, dan sejenisnya. Perhargaan atas salib juga memampukan orang untuk mempunyai harapan kembali ketika kehancuran hidup membelenggunya. Salib baginya adalah kekuatan dan jalan keluar yang mengubah hidup menjadi lebih berarti.
            Persoalan hidup akan terus datang tanpa henti. Bagaikan sungai yang terus mengalir. Dan sampai mati pun kita tidak bisa menghindarinya karena persoalan hidup merupakan bagian dari hakikat kehidupan manusia. Kehadiran persoalan hidup membuat kehidupan yang kita jalani ini menjadi berat dan kadang menyengsarakan karena melibatkan tubuh, pikiran, perasaan, dan batin kita. Namun semuanya itu akan menjadi ringan ketika kita dapat memaknai salib yang dari padanya Kristus disalibkan. Belajar dari Yesus yang bersengsara sangat penting karena kesengsaraan-Nya adalah segala-galanya untuk mengalahkan segala bentuk penderitaan hidup. Dialah jawaban terhadap kesia-siaan hidup, kebutuhan kita, kesepian, penyakit dan kematian, dan keegoisan manusia. Dengan demikian pemaknaan kita akan salib semakin mendalam karena salib dimaknai sebagai kekuatan dan ketabahan, pengingat adanya hidup kekal, dan pengingat penyertaan Yesus.

salib dalam ajaran santo Paulus dari salib
santo Paulus dari Salib mengajak kita para Pasionis untuk tidak menghindari salib. Salib baginya merupakan bagian dari spiritualitas kita, Pasionis. Yesus dapat menyelesaikan misi-Nya di bumi karena salib. Tanpa salib mustahil ada karya penyelamatan. Untuk itu kita harus memikul salib sebagai syarat menjadi pengikut-Nya. Adapun alasan dari tujuan mengapa kita harus memikul salib ialah untuk menyerupai Yesus, untuk menjadi suci, untuk berbahagia dalam ketenangan dan kedamaian, untuk memuluskan jalan masuk surga, dan untuk menyadari bahwa salib akan selalu ada dan tidak pernah berkurang. Untuk memperoleh tujuan itu kita dituntut memikul salib secara diam dan berharap, penuh kesabaran dan damai, cinta kasih dan kegembiraan. Dengan demikian kita akan menemukan dan merasakan bahwa pada salib terdapat  rahasia keutamaan-keutamaan Kristus.
          Pemaknaan salib dalam diri Santo Paulus dari salib tidak hanya pada penjelasan salib di atas. Salib dimengerti sebagai kompleksitas penderitaan. Artinya salib itu mempunyai banyak rupa. Paulus dari Salib sendiri membaginya menjadi tiga rupa salib, yaitu salib berupa penyakit-penyakit badan, salib berupa penderitaan-penderitaan buatan manusia, dan salib berupa penderitaan-penderitaan rohani. Ketiga rupa salib ini memiliki pemaknaan yang berbeda tetapi mempunyai tujuan yang sama, yakni solider dengan penderitaan Yesus sekaligus menyerupai-Nya. Untuk lebih jelasnya baca buku “Vox Patris’’.

 penutup
Kita harus sadar bahwa spiritualitas kita kongregasi Pasionis sangatlah aktual dari masa ke masa karena spiritualitas kita merupakan pusat pewartaan iman Gereja. Ini adalah sebuah kebanggaan bagi kita yang mengikuti Tuhan dalam kongregasi ini. Namun kebanggaan ini janganlah sebatas kebanggaan saja sebab seandainya demikian  makna  dan perannya bagi karya keselamatan akan menjadi sia-sia. Spiritualitas kita ini akan kehilangan nilai dan faedahnya karena telah di kurung dalam sangkar kebanggaan itu sendiri. Penghayatannya dalam keseharian pun akan menjadi dangkal.
          Jadi,  tugas kita sekarang sebagai calon pasionis maupun Pasionis itu sendiri ialah bagaimana kita dapat memberdayagunakan spiritualitas pasionis supaya dapat menjadi pegangan hidup bagi umat Kristiani di tengah kemapanan hidup, budaya instan, hedonisme, konsumerisme, dan bahkan kehidupan yang penuh penderitaan itu sendiri. 
          Dalam menjalankan karya misi kita harus menyadari juga bahwa kita janganlah puas hanya mengajak umat untuk merenungkan misteri hidup, sengsara, dan wafat Yesus Kristus. Tetapi cara melakukannya hendaklah diajarkan juga kepada mereka agar mereka semakin mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya. Dengan mengambil bagian dalam penderitaan Kristus, setiap orang menjadi serupa dengan-Nya dalam kematian-Nya , sehingga akan memperoleh kemuliaan yang sama. Dengan demikian spiritualitas pasionis dapat menjadi sebuah kesadaran akan kehadiran mukjizat salib dalam kehidupan umat Kristiani dari masa ke masa.
          Semoga sengsara Yesus selalu berada dalam hati kita untuk memberdayagunakan spiritualitas pasionis dalam karya misi kita, yakni menumbuhkembangkan di dalam hati semua orang kebaktian yang benar kepada Yesus, Hidup Sejati kita yang bernyala-nyala dalam cinta sehingga rela bersengsara di dalam dunia yang terus baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar